Hari Pramuka 14 Agustus, Begini Sejarah Lahirnya Pramuka di Indonesia
Regional Yogyakarta – Setiap 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka. Peringatan ini tak lepas dari sejarah lahirnya Pramuka di Indonesia.
Mengutip dari museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, kehadiran organisasi kepanduan ini ditandai dengan munculnya cabang milik Belanda dengan nama Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) pada 1912. Pada 1916, organisasi itu kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIVP).
Masih di tahun yang sama, Mangkunegara VII membentuk organisasi kepanduan pertama di Indonesia dengan nama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO). Menyusul lahirnya JPO, berbagai gerakan nasional dan organisasi sejenis lainnya pun lahir, seperti Hizbul Wahton (HM) pada 1918, JJP (Jong Java Padvinderij) pada 1923, Nationale Padvinders (NP), Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ), Pandoe Pemoeda Sumatra (PPS).
Pada 1926, terdapat penyatuan organisasi pandu dengan lahirnya INPO (Indonesische Padvinderij Organisatie). Organisasi tersebut dibentuk sebagai peleburan dari Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).
Semakin banyaknya organisasi pramuka milik Indonesia yang lahir membuat Belanda melarang organisasi kepramukaan di luar milik Belanda mengguakan istilah Padvinder. Akhirnya, K.H Agus Salim memperkenalkan istilah ‘Pandu’ atau ‘Kepanduan’ untuk menyebut organisasi Kepramukaan milik Indonesia.
Selanjutnya pada 23 Mei 1928, muncul PAPI (Persaudaraan Antar Pandu Indonesia). PAPI merupakan organisasi yang beranggotakan INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
Baru setelah kemerdekaan, lahir kepanduan yang bersifat nasional, yaitu Pandu Rakyat Indonesia. Organisasi kepanduan itu lahir pada 28 Desember 1945.
Dalam perjalanan sejarahnya, organisasi kepanduan yang berjumlah ratusan itu dibagi menjadi beberapa federasi. Setelah menyadari adanya kelemahan dari beberapa federasi tersebut, maka dibentuklah PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia).
Namun, lahirnya PERKINDO juga menemui kendala terkait kurangnya kekompakan antara anggota di dalamnya. Hingga pada 1960, pemerintah dan MPRS berupaya membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia.