OPINI: Kembalikan Konsitusi Sebagai Hukum Tertinggi
Keputusan Baleg DPR untuk menolak putusan MK merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap cita-cita proklamasi dan kedaulatan rakyat. Kita harus ingat bahwa keputusan MK tidak hanya mengikat secara hukum, tetapi juga merupakan hasil dari kesepakatan bersama untuk menjaga demokrasi dan menjamin hak-hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia.
Dengan menolak keputusan ini, DPR tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga menginjak-injak kedaulatan rakyat yang seharusnya mereka wakili. Demokrasi adalah hasil dari upaya dan niat baik semua elemen bangsa untuk menghargai kedaulatan rakyat.
Ketika kedaulatan rakyat dirampas oleh kekuatan kartel politik yang menggunakan instrumen hukum untuk membungkam demokrasi, maka rakyat kehilangan makna dan roh dari demokrasi itu sendiri. Ini adalah pengkhianatan terbesar terhadap prinsip-prinsip dasar yang telah kita sepakati sejak proklamasi kemerdekaan.
Salah satu ancaman terbesar bagi demokrasi adalah ketika hukum digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dan membungkam kebenaran. Ketika DPR menggunakan kekuatan hukum untuk menolak putusan MK, mereka tidak hanya membungkam suara rakyat, tetapi juga mengancam keadaban demokrasi itu sendiri.
Demokrasi yang sehat seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi, di mana hukum digunakan untuk melindungi hak-hak rakyat dan menjaga keadilan, bukan untuk melanggengkan kekuasaan segelintir elite politik. Kartel politik yang menguasai hukum akan menghancurkan fondasi demokrasi.
Kita telah melihat bagaimana kekuatan-kekuatan politik ini mampu membelokkan konstitusi demi kepentingan mereka sendiri, mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Jika kondisi ini dibiarkan, maka kita akan kehilangan demokrasi sebagai syarat utama untuk mewujudkan masyarakat yang beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusional.
Penolakan DPR terhadap putusan MK juga mencerminkan krisis kepercayaan yang semakin dalam terhadap lembaga-lembaga negara. Ketika lembaga yang seharusnya menjadi penjaga demokrasi justru menggunakan kekuasaan mereka untuk membungkam kebenaran, maka kepercayaan rakyat terhadap negara akan semakin terkikis.
Para cendekiawan, ahli hukum, dan intelektual yang seharusnya menjadi suara kebenaran, kini terjebak dalam kebisuan atau yang dalam teori komunikasi disebut Spiral Keheningan dimana orang-orang yang memiliki sudut pandang minoritas akan cenderung diam dan tidak banyak berkomunikasi karena takut akan konsekuensi dari mengungkapkan kebenaran. Kita tidak bisa membiarkan kondisi ini berlarut-larut.
Ketika hukum digunakan untuk menindas dan bukan untuk melindungi, maka matilah nalar kebenaran. Dunia akan menghadapi situasi yang semakin sulit ketika pembangkangan terhadap konstitusi dibiarkan terjadi, karena hal ini akan menciptakan masyarakat yang kehilangan harapan dan terus-menerus terjebak dalam ketidakadilan.