OPINI: Lebih Connect Dengan Segmen Pemilih Kunci, Kamala Harris Bisa Kalahkan Donald Trump
3 mins read

OPINI: Lebih Connect Dengan Segmen Pemilih Kunci, Kamala Harris Bisa Kalahkan Donald Trump



Hingga Minggu (21/7) waktu setempat, menurut catatan The Washington Post, 37 anggota Kongres Partai Demokrat, termasuk Senator John Tester dari Montana dan Sherrod Brown dari Ohio, serta tokoh terkemuka Partai Demokrat di DPR, Rep. Adam Schiff dari New York, telah mendesak Biden untuk mengakhiri kampanyenya. Di belakang layar, tokoh-tokoh Partai Demokrat—Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries, Mantan Ketua DPR Nancy Pelosi dan Mantan Presiden Barack Obama—dikabarkan aktif melobi Biden agar tidak melanjutkan kampanyenya.

Poling Biden yang buruk di tingkat negara bagian ditambah aksi boikot para donor dan tindakan Nancy Pelosi yang meminta agar Biden mempertimbangkan kembali pencalonannya, membuat Biden mengambil keputusan mengakhiri kampanyenya yang disampaikan melalui X. Biden mengatakan bahwa keputusan tersebut adalah demi kebaikan partai dan negara dan dia sendiri akan fokus memenuhi tugasnya sebagai presiden hingga akhir masa jabatan.

Dalam pernyataannya pasca-pengunduran diri Biden, Obama menyebut Partai Demokrat saat ini “mengarungi lautan politik yang penuh ketidakpastian”, namun yakin bahwa partai akan menciptakan proses yang mendorong munculnya calon-calon potensial.

Meskipun demikian, karena Biden mendukung Harris untuk menjadi capres baru, yang kemudian diikuti oleh 178 Anggota DPR, Senator dan Gubernur, maka politisi perempuan keturunan Kulit Hitam dan India ini secara de facto menjadi pesaing baru Trump di pilpres 2024.

Bagaimana Daya Saing Harris Dibandingkan Biden?

Berdasarkan 42 poling yang dihimpun RealClearPolitics pada September 2023 hingga Juli 2024, Harris hanya unggul dari Trump dalam lima poling. Namun, dari semua poling yang diterbitkan dari tanggal 28 Juni hingga 18 Juli 2024, poling rata-rata RealClearPolitics menunjukkan bahwa Harris tertinggal -1,9 persen dibandingkan Trump secara nasional sementara Biden tertinggal -3,0 persen!

Selain itu, keputusan Trump memilih Senator Ohio JD Vance sebagai calon wakil presidennya memberi harapan baru bagi Partai Demokrat. Sebagai pria kulit putih dengan konservatif garis keras yang berasal dari negara bagian Ohio yang sekarang termasuk ‘red state’, Vance memiliki karakter dan garis politik yang mirip dengan Trump. Hal ini, menurut Silver, membuat Vance “tidak memberikan banyak keseimbangan ideologis atau demografis dengan Trump.” Oleh karena itu, Vance bukanlah mitra yang dapat diandalkan bagi Trump untuk memperluas segmen pemilih di pilpres 2024 di luar pemilih loyal Partai Republik yang utamanya kaum Kulit Putih konservatif.

Ceritanya akan berbeda jika Trump memilih Glenn Youngkin, Gubernur popular di negara bagian Virginia, Tim Scott, Senator Kulit Hitam dari South Carolina atau Marco Rubio, Senator Hispanik dari Florida sebagai cawapres. Youngkin akan membuat Virginia bergeser dari condong Demokrat menjadi swing state. Scott akan membuat Blue Wall ambrol karena suara pemilih kaum Kulit Hitam di Pennsylvania, Michigan dan Wisconsin tidak lagi solid mendukung capres Partai Demokrat, serta membantu mengamankan Georgia dan North Carolina sebagai swing state dengan prosentasi pemilih Kulit Hitam terbesar. Rubio akan membantu memperkuat dukungan kelompok Hispanik di Blue Wall dan mengamankan Nevada dan Arizona yang jumlah pemilih Hispaniknya cukup signifikan.

Simon Rosenberg, ahli strategi Partai Demokrat, mengatakan dalam Hopium Chronicles, bahwa Trump memilih JD Vance sebagai cawapres adalah sebuah kesalahan. Merujuk pada artikel-artikel di berbagai media, Rosenberg menegaskan bahwa Vance mendukung larangan aborsi secara nasional dan menentang pengecualian untuk korban pemerkosaan dan inses, menentang Affordable Care Act atau Obamacare, dan menyebut Jaminan Sosial. dan Medicare “hambatan terbesar menuju kewarasan fiskal yang nyata.”