3 November 1918: Pemberontakan Kiel Picu Kaisar Jerman Turun Takhta dan Lahirnya Republik Weimar
Intenasional Kiel – Pada 3 November 1918, para pelaut Jerman memberontak dalam sebuah peristiwa bersejarah yang dinamakan Pemberontakan Kiel. Pemberontakan tersebut memantik turunnya Kaisar Jerman Wilhelm II, berawalnya negara Republik Weimar, dan mempercepat berakhirnya Perang Dunia I.
Melansir dari The National, diketahui bahwa pemberontakan ini dilatarbelakangi upaya Jerman dalam perang pada pertengahan tahun 1918. Serangan musim semi mereka telah membuat kemajuan di Front Barat, tetapi tidak cukup untuk meraih kemenangan. Pada bulan Agustus kala itu, kemenangan itu berbalik. Bahkan tambahan pasukan dari konflik dengan Rusia yang telah berakhir tidak dapat menghentikan tentara Jerman yang mundur.
Pasukan Inggris, Prancis, dan Amerika dengan sekutu mereka perlahan tapi pasti membawa perang lebih dekat ke tanah Jerman. Sementara itu, Armada Kekaisaran Jerman, Kaiserlich Marine, terjebak di pelabuhannya di Kiel dan Wilhelmshaven. Mereka telah terperangkap oleh Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya sejak Pertempuran Jutlandia pada tahun 1916.
Terdorong oleh keberhasilan Revolusi Rusia, para pelaut di armada ini mulai membentuk komite-komite ala Bolshevik yang bertemu secara rahasia di setiap kapal dan menjalin hubungan dengan para pekerja di darat.
Tujuan kelompok-kelompok ini beragam, tetapi benang merah di antara mereka adalah seruan untuk meningkatkan upah dan kondisi kerja serta mengakhiri perang. Slogan mereka adalah Peace and Breas (Perdamaian dan Roti).
Mereka juga menginginkan kebebasan berbicara dan diakhirinya penyensoran surat. Namun, ini bukanlah revolusi sosialis yang terang-terangan, melainkan hanyalah para pelaut yang menyelamatkan diri dari kegilaan dan kematian.
Yang memicu pergerakan dari diskusi menjadi aksi adalah laporan yang beredar luas pada akhir Oktober bahwa komando tinggi Jerman, yang telah kehilangan kepercayaan dari banyak warga negara biasa dan juga para prajurit, akan mengirimkan Armada ke Laut Utara untuk menghadapi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya dan mematahkan blokade yang mencekik industri Jerman. Operasi ini dinamakan Operation Plan 19.
Inggris gencar menyebarkan propaganda tentang bagaimana Angkatan Laut Inggris telah dilengkapi dengan banyak kapal baru yang lebih kuat.
Para jenderal dan laksamana sendiri telah menyimpulkan pada bulan September bahwa perang telah berakhir, sehingga upaya ini dianggap sebagai tindakan yang putus asa. Para pelaut sendiri telah menunjukkan ketidakpuasan mereka dalam beberapa minggu menjelang pemberontakan. Para pemimpin berbagai protes ditangkap.
Para laksamana Jerman bereaksi dengan membubarkan pelaut yang mereka anggap sebagai pengacau ke pangkalan angkatan laut dan pelabuhan lain di seluruh negeri. Namun, yang mereka lakukan hanyalah menyebarkan benih-benih pembangkangan.
Ketika dikonfirmasi bahwa Operation Plan 19 akan dilanjutkan, para pelaut di kapal-kapal di Wilhelmshaven menolak untuk mematuhi perintah dan pada tanggal 30 Oktober, dua orang pemimpinnya dihukum mati. Hal ini hanya memperkukuh sikap pelaut Armada.
Pada tanggal 3 November, kemarahan di Kiel berkembang pesat. Bergabung dengan pekerja di dermaga dan pembakar batu bara di kapal-kapal, para pelaut mengadakan pertemuan di kota dan berbaris menuju penjara untuk membebaskan rekan-rekan mereka yang telah ditahan karena protes mereka. Tentara menembaki mereka, menewaskan tujuh orang dan melukai 29 orang lainnya. Massa yang marah terus bergerak dan mengambil alih kota dan kapal-kapal di pelabuhan. Pemberontakan Kiel pun dimulai.
Pemberontakan itu sendiri berlangsung cepat dan dahsyat. Dalam waktu 48 jam, Armada Jerman berhasil diambil alih.