Babe Haikal Tegaskan Produk Non-Halal Tak Wajib Sertifikasi Halal, tapi…
Konsumen produk diberikan kepastian hukum dalam memastikan ketersediaan dan keterjaminan produk halal yang dibutuhkan. Adapun pihak produsen diberikan kemudahan dalam upaya menghasilkan produk berkualitas, bernilai tambah karena berstandar halal.
“Sekaligus mewujudkan pelayanan prima bagi konsumen,” kata Babe Haikal.
Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) dari Pemerintah turut mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait. Adapun tujuannya untuk implementasi kewajiban sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha, salah satunya pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal diterapkan bagi produk dengan batasan yang jelas.
“Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas. Ini tegas, tak bisa ditawar-tawar lagi ye.” tutur Haikal.
Adapun produk, menurut Pasal 1 UU tersebut adalah barang dan atau jasa terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan jasa meliputi penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan atau penyajian.
“Jadi keliru kalau kemudian ada yang bilang laptop dan semacamnya juga perlu disertifikasi halal. Itu penafsiran yang tidak benar,” tegas Haikal.
Haikal mengingatkan, Undang-undang menegaskan pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan tidak halal atau non halal, tentu dikecualikan dari mengajukan sertifikat halal.
“Konsumsi produk itu pilihan yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang non-halal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal,” tutur Haikal.