OPINI: Kecerdasan Manusia Vs Kecerdasan Mesin: Mengapa Manusia Masih Unggul?
2 mins read

OPINI: Kecerdasan Manusia Vs Kecerdasan Mesin: Mengapa Manusia Masih Unggul?



Kolom Jakarta – Di penghujung tahun 80-an ~tepatnya 18 Agustus 1989~ secara rutin RCTI, memutar serial film MacGyver. Di dalamnya diceritakan tutur tindak seorang agen rahasia, MacGyver, yang mengandalkan perangkat sederhana berikut pemahaman praktisnya pada beberapa pengetahuan, dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Belakangan, di periode 2016-2021, versi baru serial ini kembali ditayangkan. Tentu ada penyesuaian konteks pengisahan. Namun antusiasme penonton tampak terjaga. Hukum attention economy Herbert A. Simon berlaku: perhatian akan diberikan, pada material yang memuat kelangkaan. Persoalan langka, berikut cara pemecahannya yang juga langka, menarik perhatian.

MacGyver, tak memecahkan masalah dengan perangkat berteknologi tinggi. Alih-alih perangkat berbasis artificial intelligence (AI). Variasi penggunaan pisau lipat, juga penerapan  hukum-hukum Fisika, Kimia, Biologi, maupun kombinasi pengetahuan lainnya, digunakannya untuk menghadapi persoalan rumit. Termasuk ketika harus menyelamatkan dirinya. Kemampuan penggunaan perangkat secara kreatif, maupun pengerahan pengetahuan dalam menemukan solusi, merupakan petunjuk kecerdasan.

Pertunjukan kecerdasan, juga terjadi di India. Pada Agustus 2020, pemberitaan bersama BBC Indonesia, mengemukakan tentang Neelakantha Bhanu Prakash. Laki-laki umur 20 tahun asal negara ini, memenangkan medali emas pada kejuaraan menghitung cepat tanpa alat. Kemampuan Bhanu yang langka, bahkan saat dicari ke seluruh pelosok dunia, mendudukannya sebagai “manusia kalkulator tercepat dunia”. Kemampuan menghitung hingga milyaran bilangan, hanya memerlukan waktu 26 detik. Rata-rata kecepatan penghitungannya 12 per detik. Ini ketika dibandingkan dengan kecepatan menghitung manusia biasa, membutuhkan 10 kali lipat waktu yang dibutuhkan Bhanu.

Kemampuan Bhanu didapat sejak kecelakaan yang meretakkan tempurung kepalanya. Lantaran khawatir mengalami disfungsi kerja otak, Bhanu menyibukkan organ tubuhnya itu, dengan terus menghitung. Optimalisasi fungsi otak, berupa kemampuan menghitung cepatdan banyak, jadi hasilnya. Ini lazim disebut sebagai kecerdasan logis matematis.

Sasha Blakeley, 2023, pada tulisannya “Logical-Mathematical Intelligence, Overview and Examples”, menyebut: kecerdasan logis matematis, merupakan kecerdasan yang dimilikiorang yang unggul dalam melakukan operasi matematika atau memikirkan konsep secara logis. Ciri-cirinya melekat pada orang yang suka memecahkan teka-teki, misteri, maupun eksperimen ilmiah. Kecerdasan jenis ini penting sebagai landasan bidang ilmu lain, seperti fisika maupun komputer. Tentunya, tak terbatas untuk diterapkan pada ilmu noneksakta lainnya. Orang-orang dengan kecerdasan logis matematis, juga punya kemampuan mengaitkan hubungan antara berbagai konsep. Dengan kemampuan ini dapat memahami permasalahan dari sudut pandang yang masuk akal, seraya menyelesaikannya dengan runut.  

Tampaknya, manusia berkecerdasan logis matematis dalam pengertian Blakeley, adalah orang yang mampu mengenali dan menyelesaikan persoalan berlandaskan hubungan antar-konsep. Hubungan itu dikenalinya sebagai penyebab. Juga akibat yang ditimbulkan oleh hubungan itu. Lewat pengenalan itu, persoalan dipecahkan.

Jika kecerdasan logis matematis merupakan salah satu jenis kecerdasan manusia, jenis kecerdasan lain apa yang juga dapat dimiliki manusia? Khoa Le Nguyen, 2024, dalam “9 Types of Intelligence & Gardner’s Theory”, sesuai judul tulisannya, menyebut 9 jenis kecerdasan, yang dapat dimiliki manusia. Pengenalan terhadap jenis kecerdasan, relevan ketika dikaitkan dengan upaya membangun kecerdasan manusia. Juga relevan saat mengembangkan teknologi berbasis AI: kecerdasan jenis apa, yang dapat dikembangkan pada perangkat ini?