OPINI: Jurnalisme di Tengah Kebangkitan Pemanfaatan Artificial Intelligence
2 mins read

OPINI: Jurnalisme di Tengah Kebangkitan Pemanfaatan Artificial Intelligence



Kolom Jakarta – Bulan Februari di Indonesia, selalu istimewa. Utamanya bagi Insan Pers. Ada Hari Pers Nasional (HPN), di dalamnya. Dan berbeda dari hari peringatan nasional lainnya, HPN hampir selalu menghadirkan Presiden turut menyambutnya. Tampaknya ini adalah apresiasidi tingkat negara. Terlepas dari relasi ‘benci dan cinta’ –lantaran pers sering dituding melakukan kritik tak proporsional pada kinerja pemerintah– tak dapat ditampik perannya. Pers berposisi sentral bagi sebuah negara. Demokratisasi mengandalkan pers jadi penopang pentingnya.

Mengutip rilis yang tersedia di laman Persatuan Wartawan Indonesia, tema HPN tahunini, “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa”. Pilihan temanya –di tengah masalah mendesak lain yang menggelisahkan– memang penting. Pangan mutlak bagi tiap orang. Ketahanannya yang terganggu, memunculkan rentetan akibat yang serius. Negara bisa runtuh jika gagal mengelolanya. Lagi pula, tema ini sebangun dengan program unggulan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tampaknya, insan pers sepakat turut mendukungnya.

Adapun masalah lain yang juga penting, adalah intensifnya penggunaan artificial intelligence (AI). Di berbagai aktivitas pers hari ini, tak asing adanya presenter berita TV diperankan oleh deepfake AI. Juga kolaborasi penyiar radio AI, dengan penyiar sejati. Seluruhnya diikuti tersedianya aneka perangkat penyusun berita, yang gratis digunakan. Sebut saja: AI penghasil teks, gambar, video, pembantu penyusunan rencana maupun produksi konten bercorak multimedia.

Realitas tersedianya berbagai perangkat cerdas ini, bahkan memungkinkan didirikannya sebuah perusahaan media informasi cukup dengan 1 pengelola. Tentu saja pengelola yang dilengkapi dan menguasai penggunaan AI. Namun di sisi lain, seluruh kecerdasan AI juga menerbitkan rasa khawatir jurnalis profesional. Berikut pertanyaan yang bernada pesimis: bagaimanakah nasib insan pers, di hadapan kebangkitan AI?

Memang gelombang penggantian profesional industri media informasi Indonesia oleh AI, belum tersedia data handalnya. Gambaran korelasinya masih samar. Yang kerap beredar, cerita kelesuan industri pers, akibat penurunan belanja iklan. Ini sebenarnya telah jadi perbincangan sejak 10 tahunan lampau. Juga fenomena penurunan minat konsumsi media informasi konvensional, akibat desakan media digital. Ini juga bukan kabar baru. Adapun realitas tergantikannya tenaga kerja oleh AI, lebih banyak dialami perusahaan-perusahaan media informasi di negara lain. Ini mungkin akibat peralihan penganggaran perusahaan, dari belanja untuk keperluan sumberdaya manusia ke belanja teknologi berbasis AI.

Charlotte Tobitt, 2025, dalam “Around 4,000 Journalism Job Cuts Made in UK and US in 2024”, menyebut: pada tahun 2024 setidaknya telah terjadi 3.875 PHK di di seluruh industri media informasi. Di dalamnya termasuk bisnis surat kabar, penyiaran berita, dan media digital. Jumlah yang disebutkan itu, memang masih setengahnya dibanding tahun sebelumnya. Di tahun 2023, PHK di seluruh industri media informasi di Inggris dan Amerika Utara, mencapai 8.000 posisi tenaga kerja. Namun laju PHK yang menurun 50% itu, bukan merupakan pertanda baik. Sejak tahun 2022, setidaknya 1.391 tenaga kerja berlatar editorial di Inggris, AS, dan Irlandia kehilangan pekerjaan.