Melihat Batik Surabaya Maritim Karya Perajin di Eks-Lokalisasi Gang Dolly
Farah Andita Ramdhani, Kepala Bidang Pariwisata, Disbudporapar Pemkot Surabaya, dalam diskusi tersebut menyebutkan bahwa Motif Batik Surabaya Maritim memperkaya katalog city branding Surabaya.
“Ini akan jadi produk ekonomi kreatif yang menarik sekali. Karena menjual narasi tentang Surabaya sebagai kota maritim dalam produk batik,” ucapnya.
Dalam konteks pariwisata, lanjut Farah, ini bentuk storynomic atau menjual kota melalui narasi. “Bahwa Kota Surabaya bukan cuma ada mall. Harapannya, maka semakin banyak orang datang ke Surabaya,” ujarnya.
Ardhy Wahyu Basuki, Sekretaris Perusahaan Pelindo, mengingatkan sembari berseloroh, perajin batik sebagai UMK juga harus ingat UUD (ujung-ujungnya duit) atau maksudnya juga harus tetap menjaga agar bisnis batiknya menguntungkan.
“Pertama, produknya harus bisa memenuhi selera pasar. Karena itu Pelindo memiliki Program Maritimepreneur dan Gedor Ekspor untuk membawa UMK Indonesia naik kelas dan bisa masuk ke pasar global,” ucapnya.
Kedua, kata Ardhy, produk juga perlu memiliki karakteristik. Seperti Batik Surabaya Maritim yang meromantisasi eksotisme sisi maritim kota, sekaligus juga menjadi edukasi maritim bagi masyarakat. “Karena potensi maritim Indonesia sangat besar,” ujarnya.
Diketahui, dalam diskusi tersebut juga terungkap, bahwa Surabaya tidak ada catatan sejarah akar budaya batik. Maka tidak ada pakem tertentu dalam membatik.
Maka setiap ada lomba desain Batik Surabaya tidak pernah ada pola yang selalu muncul sebagai karakteristik.
Batik di Surabaya pun selalu muncul dengan motif-motif yang kontemporer, seperti tentang bakau Wonorejo, rel Stasiun Pasar Turi, hingga penjual makanan semanggi.