OPINI: Influencer, Buzzer dan Investor IKN
Periode kedua Jokowi tinggal beberapa bulan saja. Tapi dengan keberhasilan menjadikan Gibran sebagai wapres Prabowo, legacy Jokowi diperkirakan akan berlanjut. Jokowi bahkan mungkin saja ikut cawe-cawe di pemerintahan baru.
Jika gaya pemerintahan Jokowi diteruskan oleh Prabowo, ambisi membangun Indonesia termasuk IKN dengan dukungan para investor akan sulit terwujud. Apalagi kalau pemerintahan baru ikut bagi-bagi jabatan komisaris atau menteri kepada ketua partai atau timses dengan mengabaikan aspek profesionalisme mereka.
Kita coba dalami hasil survei Litbang Kompas pada Mei – Juni 2024 mengenai kinerja pemerintah Jokowi menjelang akhir periode kedua. Menurut survei tersebut kepuasan responden terhadap Jokowi mencapai 75,6%, tertinggi di periode kedua. Selain itu, kepuasan responden terhadap stabilitas politik mencapai 85,5% dan terhadap kesejahteraan sosial mencapai 82,0%.
Angka-angka tersebut cukup fantastis. Meskipun harus diakui, pencitraan melalui influencer dan buzzer dengan anggaran yang juga fantastis turut mendongkrak citra positif Jokowi. Selain itu, pencitraan positif pemerintah sangat dibantu kebijakan populis dengan biaya tinggi seperti bansos yang pada 2023 mencapai Rp 152.3 triliun. Pemerintah yang didukung Koalisi besar juga menjamin stabilitas politik, tapi kerap menjadi ajang ‘dagang sapi’ dan bagi-bagi proyek bagi partai-partai di dalam koalisi.
Yang menjadi persoalan, persepsi positif masyakat mengenai pemerintah, stabilitas politik dan kesejahteraan sosial tidak cukup bagi para investor. Bagi mereka, kepastian hukum dan iklim investasi yang bebas KKN, jauh lebih penting.
Coba kita tengok kedua aspek ini dari survei yang sama. Menurut survei tersebut, hanya 57,4% responden yang puas dengan penegakkan hukum. Juga hanya 58,6% responden yang puas dengan kinerja KPK sebagai agen utama pemberantasan KKN.
Kasus Sambo, pembunuhan Vina, vonis bebas pelaku pembunuhan Ronald Tannur, penyuapan ketua KPK Firli Bahuri oleh SYL, penyuapan auditor BPK untuk memuluskan status WTP, dan korupsi di ditjen pajak dan bea & cukai adalah sebagian dari bukti bahwa kita masih jalan di tempat dalam penegakan hukum dan pemberantasan KKN.