Bisa Prediksi Penyakit Tidak Menular, BRIN Beberkan Manfaat AI
Sementara itu Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP. Indi Dharmayanti, mengatakan Penelitian Library of Medicine pada 2023 menyebutkan tingkat keakuratan AI dalam mendeteksi penyakit rata-rata mencapai 90%, meskipun presentasenya bervariasi.
Keberagaman presentase tersebut menunjukkan peran tenaga medis masih diperlukan, karena tidak dapat tergantikan oleh AI.
“AI memiliki potensi untuk mendiagnosis dan mendeteksi dini penyakit tidak menular, oleh sebab itu penelitian dan pengembangan berkelanjutan riset AI masih perlu dilakukan,” ungkap Indi.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk berbagi informasi ilmiah dalam melaksanakan riset dan inovasi tepat guna dan sesuai kebutuhan. Sehingga dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kualitas layanan yang lebih baik dan inklusi.
AI Akan Bantu Sektor Kesehatan Indonesia
Dilansir Kanal Health, Liputan6, Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, baru-baru ini mengungkapkan optimismenya terhadap perkembangan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di sektor kesehatan Indonesia.
Tak dimungkiri bahhwa kini Artificial Intelligence (AI) sudah merambah berbagai sektor kehidupan, mulai dari bisnis, pendidikan hingga kesehatan. Secara umum, AI meniru kecerdasan manusia dalam bentuk mesin, terusama sistem komputer.
Teknologi ini memungkinkan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti belajar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
Dalam sebuah sesi talkshow di acara Google AI Untuk Indonesia Emas pada tanggal 3 Juni 2024, Menkes Budi menyatakan bahwa AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan pemahaman kesehatan dan mempermudah akses pada informasi-informasi terbaru.
Budi mencontohkan bagaimana AI kemungkinan akan membantu sektor kesehatan dengan membantu memahami tubuh manusia lewat banyaknya neuron, sel, DNA, dan mikrobioma.
“Jika Anda ingin memahami bagaimana tubuh manusia bekerja, mana yang sehat dan mana yang tidak, Anda harus melakukan kombinasi dan permutasi masif dari tiga miliar DNA, 86 miliar neuron, 30 triliun sel, dan 37 triliun mikrobioma. Bisakah Anda bayangkan jika Anda menggunakan metode empiris normal untuk mempelajarinya?” ucapnya yang dikutip dari kanal YouTube Google Indonesia pada 4 Juni 2024.
“Kita membutuhkan kecerdasan buatan yang sangat besar untuk memahami bagaimana tubuh manusia benar-benar bekerja secara ilmiah dan memberikan layanan kesehatan terbaik kepada manusia,” lanjutnya.