
Iwao Hakamada, Terpidana Mati Terlama di Dunia Akhirnya Dinyatakan Bebas
Sebagai mantan petinju profesional, Hakamada bekerja di pabrik pengolahan miso pada tahun 1966 ketika jasad majikannya, istri pria itu, dan dua anaknya ditemukan dari kebakaran di rumah mereka di Shizuoka, sebelah barat Tokyo. Keempatnya ditikam hingga tewas.
Pihak berwenang menuduh Hakamada membunuh keluarga tersebut, membakar rumah mereka, dan mencuri uang tunai senilai 200.000 yen.
Hakamada awalnya menyangkal telah merampok dan membunuh mereka, namun kemudian memberikan apa yang dia gambarkan sebagai pengakuan paksa setelah dipukuli dan diinterogasi hingga 12 jam sehari.
Pada tahun 1968, dia dinyatakan bersalah karena pembunuhan dan pembakaran, serta dijatuhi hukuman mati.
Kisah hukum yang berlangsung selama puluhan tahun akhirnya beralih ke beberapa pakaian yang ditemukan di tangki miso setahun setelah penangkapan Hakamada. Pakaian-pakaian itu, yang konon berlumuran darah, digunakan untuk memberatkannya.
Namun, selama bertahun-tahun, pengacara Hakamada berpendapat bahwa DNA yang ditemukan dari pakaian itu tidak cocok dengan DNA milik klienya, sehingga muncul kemungkinan bahwa barang-barang itu milik orang lain. Para pengacara lebih lanjut menyarankan bahwa polisi bisa saja memalsukan bukti.
Argumen mereka cukup untuk meyakinkan Hakim Hiroaki Murayama, yang pada tahun 2014 menyatakan bahwa “pakaian itu bukan milik terdakwa”.
“Tidak adil untuk menahan terdakwa lebih lanjut, karena kemungkinan ketidakbersalahannya telah menjadi jelas hingga tingkat yang wajar,” kata Murayama saat itu.
Hakamada kemudian dibebaskan dari penjara dan diberikan kesempatan untuk diadili ulang.
Proses hukum yang berlarut-larut membuat butuh waktu hingga tahun lalu untuk memulai persidangan ulang itu – dan hingga Kamis pagi bagi pengadilan untuk mengumumkan putusan.
Rincian yang menjadi dasar persidangan ulang dan pembebasannya yang terakhir adalah sifat noda merah pada pakaian yang menurut jaksa adalah miliknya. Pengacara mempertanyakan bagaimana noda itu bisa bertahan lama. Fakta bahwa noda itu tetap merah dan tidak menghitam setelah direndam dalam pasta kedelai dalam waktu lama berarti bukti itu dipalsukan.
Menurut laporan AFP, putusan hari Kamis menyebutkan bahwa “para penyidik merusak pakaian dengan meneteskan darah ke pakaian tersebut” yang kemudian mereka sembunyikan di tangki miso.
Hakamada dinyatakan tidak bersalah.
Puluhan tahun penahanan, sebagian besar di sel isolasi dengan ancaman eksekusi yang selalu ada, menurut pengacara dan keluarganya telah berdampak buruk pada kesehatan mental Hakamada.
Kakaknya telah lama memperjuangkan pembebasannya. Tahun lalu, ketika persidangan ulang dimulai, Hideko menyatakan lega dan menuturkan, “Akhirnya beban di pundak saya terangkat.”
Persidangan ulang untuk narapidana hukuman mati jarang terjadi di Jepang. Pengadilan Hakamada merupakan yang kelima dalam sejarah pasca perang Jepang.